1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
Seorang
ibu mempunyai peran besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak.
Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa
berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan
masa pertumbuhan bayi / anaknya.
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal,
persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di
sarana kesehatan mulai posyandu, poskesdes, puskesmas sampai ke rumah
sakit.
a. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)
Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional
(dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan
perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman. Kegiatan pelayanan antenatal
meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi
fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid
(TT) serta pemberian tablet besi pada ibu hamil selama masa
kehamilannya. Titik berat kegiatannya adalah promotif dan preventif dan
hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4.
Cakupan
K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan besaran ibu
hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan untuk
mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan
program dalam menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2011 sebesar
92,7%
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal
empat kali kunjungan selama masa kehamilannya (sekali di trimester
pertama, sekali di trimester kedua dan dua kali di trimester ketiga).
Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan dan
kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
Cakupan
kunjungan ke 4 ibu hamil ( K4) pada tahun 2011 sebesar 83,8% , sedikit
menurun dari tahun 2010 sebesar 86,23%. Cakupan tertinggi berada di
wilayah Puskesmas Segarau yaitu sebesar 98,9% , sedangkan cakupan ibu
hamil terendah berada di wilayah Puskesmas Paloh yaitu sebesar 58,3%.
Cakupan
K4 masih belum memenuhi target standar pelayanan minimal sebesar 95%.
Dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan antenatal
pada ibu hamil di Kabupaten Sambas.
b. Pertolongan Persalinan
Komplikasi
dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi
pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan
pertolongan persalinan tidak dilakukan tenaga kesehatan yang punya
kompetensi kebidanan.
Cakupan
Pertolongan Persalinan adalah cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (linakes).Cakupan linakes Pada
tahun 2011 sebesar 83,8%, sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun
2010 sebesar 82,53%.akan tetapi pencapaian tersebut belum memenuhi
target SPM sebesar 90%.
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2011 tertinggi berada di wilayah Puskesmas Tebas yaitu sebesar 99,7%, sedangkan cakupan terendah berada di wilayah Puskesmas Pimpinan yaitu sebesar 64,1%.
cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Sambas cenderung meningkat. Kondisi tersebut dimungkinkantidak
lepas dari keberhasilan pengembangan berbagai program kemitraan bidan
dan dukun dalam perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K).
c. Ibu Hamil Resiko Tinggi / Komplikasi yang Ditangani
Dalam
memberikan pelayanan khususnya oleh bidan di desa dan Puskesmas,
sekitar 20% diantara ibu hamil yang ditemui dan diperiksa tergolong
dalam kasus resiko tinggi/komplikasi yang membutuhkan rujukan.
Kasus
resiko tinggi/komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi
meliputi Hb<8 g%, tekanan darah tinggi (sistole >140 mmHg,
diastole >90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, ketuban pecah dini,
perdarahan pervaginam, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu,
letak sungsang pada primigravida, infeksi berat / sepsis dan persalinan prematur.
Berdasarkan
laporan Bidang Kesga dan Promkes, jumlah perkiraan ibu hamil resiko
tinggi di Kabupaten Sambas tahun 2011 sebanyak 1.640 orang (20% dari
sasaran ibu hamil) dan semua kasus telah memperoleh penanganan sesuai
prosedur.
d. Pelayanan Nifas
Masa
nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ reproduksi
mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau pada umumnya
organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 bulan pasca
persalinan.
Dalam
masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi
pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum, kandung
kemih dan organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang tepat akan
memperkecil resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas.
Pada
tahun 2011 jumlah sasaran ibu bersalin di Kabupaten Sambas sebanyak
11.929 orang dan 10.525 orang (88,23%) diantaranya telah mendapat
pelayanan nifas sesuai standar. Angka cakupan tersebut meningkat dari
tahun 2009, yaitu 70,27%. Cakupan tersebut belum memenuhi target SPM sebesar 90%. Cakupan pelayanan ibu nifas tertinggi dicapai beberapa puskesmas dan cakupan terendah <50% berada di Puskesmas Subah (42,9%).
e. Kunjungan Neonatus (KN2)
Kunjungan
neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan tenaga kesehatan
untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal tiga kali yaitu dua kali pada umur 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari (KN2).
Adapun
pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan neonatal
dasar yang meliputi tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia,
pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan
mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi, pemberian vitamin K,
manajemen terpadu balita muda (MTBM) dan konseling untuk ibunya tentang
perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA.
Cakupan
kunjungan neonatus 1 ( KN -1) pada tahun 2011 sebesar 88,7%, sedikit
meningkat dari tahun 2010 sebesar 87,49%. namun angka ini belum memenuhi
target SPM sebesar 90%. Cakupan tertinggi dicapai beberapa puskesmas
sedangkan terendah berada dipuskesmas Selakau Timur 56,2%.
Cakupan
kunjungan neonatus 3 kali ( KN lengkap) pada tahun 2011 sebesar 76,23% ,
mengalami penurunan dari tahun 2010 yaitu sebesar 83,14%. Angka cakupan
ini belum mencapai target standar pelayanan minimal sebesar 85%.cakupan
kunjungan neonatus 3 kali (KN lengkap) tahun 2011 tertinggi berada
diwilayah puskesmas segarau yaitu sebesar 127,7 % sedangkan cakupan
terendah berada di wilayah puskesmas sekura yaitu sebesar 52,3%.
cakupan
KN2 selama 3 tahun terakhir mengalami penurunan yang signifikan. Hal
ini bermakna terjadi penurunan kualitas pelayanan pada bayi baru lahir
melalui peran aktif tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan neonatus
ke rumah ibu nifas.
f. Neonatal Resiko tinggi /komplikasi
Pada
saat memberi pelayanan kesehatan pada neonatus, sekitar 15% diantara
neonatus yang diperiksa dan ditemui tergolong dalam kasus resiko tinggi
yang butuh pelayanan rujukan.
Neonatal
risti/ komplikasi yaitu bayi usia 0-28 hari dengan penyakit dan
kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian seperti asfiksia,
tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan kurang dari
2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan neonatal.
Berdasarkan
laporan yang ada jumlah perkiraan neonatal risti di Kabupaten Sambas
sebanyak 1.731 orang . Cakupan neonatal risti yang ditangani tertinggi
berada di beberapa wilayah Puskesmas sedangkan cakupan terendah di
wilayah puskesmas Sentebang yaitu 37,3%.namun semua telah memperoleh
penanganan sesuai prosedur.2. Pelayanan Kesehatan Anak Balita, Usia Sekolah Dan Remaja
Pelayanan
kesehatan pada kelompok anak balita (pra sekolah), usia sekolah dan
remaja dilakukan melalui deteksi/pemantauan dini terhadap tumbuh kembang
dan kesehatan anak pra sekolah serta pemeriksaan kesehatan anak sekolah
dasar/ sederajat dan pelayanan kesehatan pada remaja (SMP dan SMU).
Cakupan
deteksi dini tumbuh kembang anak balita/pra sekolah adalah cakupan anak
umur 0-5 tahun yang dideteksi kesehatan dan tumbuh kembangnya sesuai
standar oleh dokter, bidan dan perawat paling sedikit dua (2) kali per
tahun baik didalam gedung maupun diluar gedung seperti posyandu, taman
kanak-kanak, panti asuhan. Sementara untuk pelayanan kesehatan bagi siwa
SD/MI dan siswa`SMP/SMU dan sederajat dilakukan melalui penjaringan
kesehatan bagi murid kelas 1 (satu) SD/MI dan SMP/SMU.
Cakupan
deteksi tumbuh kembang anak balita pra sekolah, cakupan siswa SD/MI dan
cakupan siswa SMP/SMU pada tahun 2011 tidak ada datanya.
Untuk
pelayanan kesehatan remaja dilakukan oleh puskesmas PKPR (pelayanan
kesehatan peduli remaja) yang berjumlah 5 (lima) puskesmas yaitu
Selakau, Pemangkat, Sungai Kelambu, Matang Suri dan Sambas.
Pada tahun 2011, hasil kegiatan pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah sebanyak 2.143 orang.
Untuk
pelayanan kesehatan anak balita, usia sekolah dan remaja masih jauh
dari harapan sesuai target SPM yang harus dicapai.Dengan demikian masih
dibutuhkan upaya ekstra untuk melakukan koordinasi dengan lintas program
dan lintas sektor terkait guna meningkatkan cakupan.
3. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi,
menurut hasil penelitian bahwa usia subur wanita antara usia 15-49
tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran, maka wanita/
pasangan usia subur (PUS) diprioritaskan untuk menggunakan alat
kontrasepsi KB.
Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Pada tahun 2011 cakupan
peserta KB baru sebesar 11,98% dan KB aktif sebesar 75,60% dari jumlah
PUS sebanyak 93.190 orang. Cakupan KB aktif tahun 2011 telah memenuhi
target Indonesia Sehat sebesar 70%.
Berdasarkan
jenis metode kontrasepsi yang digunakan, sebanyak 98,89% akseptor KB
aktif memilih metode kontrasepsi jangka pendek (non
MKJP) dengan pilihan terbanyak adalah metode suntik (63,49%). Sementara
yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, MOW/MOP dan implant hanya 1,11%.
Kecenderungan
yang sama juga terjadi pada peserta KB baru. Peminat metode kontrasepsi
jangka pendek sebesar 97,04% dengan pilihan terbanyak juga metode
suntik (59,37%), sedangkan yang memilih metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) hanya 2,96%. Kondisi tersebut mungkin disebabkan karena faktor biaya yang lebih murah dan cara yang mudah.
4. Pelayanan Kesehatan Pra Usila (45-59 th) dan Usila (>60 th)
Seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaan para lanjut usia tidak dapat begitu saja diabaikan, sehingga perlu diupayakan peningkatan kualitas hidup bagi kelompok umur lanjut usia.
Pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah penduduk usia 45 tahun ke atas
yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan baik di puskesmas, Posyandu Lansia maupun di kelompok
usia lanjut.
Pada tahun 2011 jumlah lansia yang memperoleh pelayanan kesehatan Prausila dan usila sebanyak 16.843 orang. Hal ini merupakan hasil yang cukup mengembirakan mengingat target nasional pelayanan kesehatan usila sebesar 90%.
Cakupan
pelayanan kesehatan bagi warga usila masih perlu ditingkatkan, dengan
lebih meningkatkan peran aktif posyandu lansia secara optimal.
Selain itu perlu adanya penambahan posyandu lansia, mengingat belum
semua desa mempunyai posyandu lansia. Padahal dengan adanya posyandu
lansia maka pelayanan kesehatan akan lebih mudah dijangkau oleh para
lansia. Dibutuhkan koordinasi dan peran serta masyarakat serta lintas
sektor terkait dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan terhadap para
lansia.
5. Perbaikan gizi masyarakat
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan melalui distribusi tablet besi (Fe) pada ibu hamil, distribusi Vitamin A pada balita dan pemberian kapsul yodium pada WUS.
a. Pemberian Tablet Besi (Fe) pada Ibu Hamil
Pada
saat periksa kehamilan di sarana kesehatan, ibu hamil akan mendapatkan
tablet Fe yang bertujuan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kasus anemia
serta meminimalkan dampak buruk akibat kekurangan Fe, karena kekurangan
Fe pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan
bayi atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
Cakupan
ibu hamil yang mendapatkan Fe-1 (30 tablet) tahun 2011 sebesar 92,67%
dan cakupan Fe-3 sebesar 83,84%. Cakupan kedua indikator tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 dan telah memenuhi target Indonesia sehat 2010 sebesar 80%. Cakupan Fe-3 tertinggi dicapai Puskesmas Segarau (98,88%) dan terendah di Puskesmas Paloh (58,24%).
Dengan
demikian, target SPM telah tercapai. tetap diperlukan kerja keras
Petugas kesehatan untuk selalu melakukan motivasi ibu hamil agar meminum tablet besi tersebut guna mencegah terjadinya anemia ibu hamil.
b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita
Vitamin
A adalah salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh dan berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan mata. Bila seorang anak yang
menderita kekurangan vitamin A terserang campak, diare atau penyakit
infeksi lainnya maka penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat
mengakibatkan kematian, karena infeksi tersebut menghambat kemampuan
tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis
simpanan vitamin A dalam tubuh. Selain itu kekurangan vitamin A dalam
waktu lama dapat mengakibatkan gangguan pada mata bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.
Sasaran
pemberian kapsul Vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan dan balita (1-4
tahun) sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan Agustus) serta ibu
nifas satu kali.
Cakupan
bayi yang memperoleh vitamin A tahun 2011 sebesar 73,8%. Untuk anak
balita yang mendapat vitamin A pada tahun 2011 sebesar 78,5%. Sedangkan
cakupan ibu nifas yang menperolah vitamin A sebesar 84,52% .
c. Ibu Hamil dengan Kapsul Yodium
Pemberian
kapsul yodium kepada ibu hamil dan ibu nifas terutama di daerah endemik
gondok sedang dan berat merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan
GAKY (gangguan akibat kekurangan yodium) yang diberikan setahun sekali
dengan maksud mencegah lahirnya bayi kerdil/kretin. Selain itu upaya
pencegahan juga dilakukan melalui pemakaian garam beryodium pada
masyarakat.
GAKY
adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan kurangnya unsur yodium dalam
tubuh manusia, ditandai adanya pembesaran kelenjar thyroid yang biasa
dikenal masyarakat sebagai penyakit gondok. Penyakit ini dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik antara lain bisu, tuli, kerdil
dan mata juling serta keterbelakangan mental.
Kualitas
garam yang baik yaitu kualitas garam beryodium yang beredar di
masyarakat memenuhi syarat 30-80 ppm. Indikator yang digunakan untuk
menentukan suatu desa/kelurahan dengan garam beryodium baik adalah
desa/kelurahan dengan 21 sampel garam konsumsi yang diperiksa hanya
ditemukan minimal satu sampel garam konsumsi dengan kandungan yodium
< 30 ppm.
Cakupan
desa/kelurahan dengan kualitas garam baik tahun 2011 sebesar 92,0% dan
sudah dapat memenuhi target 90% untuk mewujudkan USI (Universal Salt Iodization).
Untuk selanjutnya mempertahankanUSI, dengan selalu melakukan koordinasi
dengan lintas program dan lintas sektor untuk memasyarakatkan
penggunaan garam beryodium yang memenuhi standar dalam kehidupan
sehari-hari.